Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Sabtu, 16 Mei 2009

Hukum Tarik Menarik ( The Law of Attraction )


Sejak debutnya tahun 2006, Film The Secret menuai berbagai pujian dan juga kontroversi.

Film ini mengangkat tema tentang mengapa sebagian kecil orang menuai sukses fenomenal, sementara sebagian besar lainnya berkutat dalam naik turun problematika tanpa juntrung.

Boleh di bilang, film ini adalah film pertama di dunia yang mengupas tentang bagaimana sistematika "program" pikiran dan perasaan manusia bekerja menarik berbagai hal, baik positif maupun negatif, kedalam hidup kita.

Istimewanya, film ini tidak sekadar mengupas mengapa-nya, tapi juga bagaimana supaya kita dapat memperbaiki "program" tersebut. Step by Step.

Berikut ini rangkuman tentang obyektifitas dari film ini. Kita tak usah melihat siapa bintang-bintang di film ini, yang sudah pasti sukses dan terkenal. Kita fokuskan pada konsep dan paradigma yang dibawakan film ini kehadapan anda.

Masalah yang diangkat...

Kalau anda menyimak film tsb, mulai diawal film dipaparkan secara gamblang tentang mengapa sebagian dari kita sering tidak mendapatkan apa yg kita harapkan, tapi malah mendapatkan apa yg kita takutkan.

Sederhana saja, karena kita secara naluriah berfokus pada hal yang kita takutkan. Sebagai contoh, kita berharap pada pekerjaan yang baik dan kondusif, tapi secara diam-diam, kita menyimpan kecemasan yang terkadang menjadi-jadi, takut akan pekerjaan yang berat, dijejali deadline dan tekanan. Ehh, ternyata apa yang kita takutkan sedikit banyak menjadi kenyataan.

Hal inilah yang dikatakan oleh film tersebut sebagai bagian dari pendidikan yang harus direformasi.

Kita harus mulai memfokuskan pikiran dan hati, pada apa yang benar-benar kita inginkan. Masalahnya kebanyakan dari kita tak tahu apa yang benar-benar kita inginkan, atau tidak mau karena takut kecewa jika tidak tercapai. Dan kita mulai menggunakan alasan "bersikap realistis" sebagai benteng pertahanan.

Masih menurut film tersebut, tak ada yang salah dengan prinsip apa sudah kita pegang dan jalani selama ini, hanya saja, jika memang ingin merevolusi kehidupan pribadi menjadi jauh lebih baik, mari keluar dari zona kenyamanan yang membatasi.

Inilah yang disebut sebagai "Law of Attraction" atau Hukum Tarik-Menarik. Orang positif menarik orang positif lainnya, pebisnis menarik pebisnis lainnya, orang-orang dengan kesenangan serupa saling menarik, bahkan di tingkat atomik, sub-atom yang memilik tingkat energi serupa saling menarik membentuk struktur atom hingga molekul.

Lebih lanjut lagi, perasaan negatif menarik hal negatif seperti stress dan penyakit. Anda tentu pernah baca, ada riset menyatakan bahwa 3 penyakit pembunuh manusia paling populer abad ini dimulai dari stress dan pola hidup negatif.

Ya kembali lagi, itu semua kekuatan dari Hukum Tarik Menarik, hukum universal di alam semesta ini selain hukum gravitasi dan hukum kuantum serta hukum relativitas.

Dibagian selanjutnya dari film tersebut, kita diajak membuka paradigma bahwa kita masing2 pribadi adalah pusat gravitasi bagi kehidupan kita sendiri. Kita, dengan hukum tarik menarik, membuka medan gravitasi pada hal-hal yang kita fokuskan, baik secara sadar ataupun tidak. Jadi kendalikan medan gravitasi anda.

Dan yang lebih dalam, tapi hal ini agak sensitif, adalah mengenai nasib. Secara implisit, film ini menyatakan bahwa nasib tak lain adalah produk dari hukum tarik menarik dan gravitasi pribadi setiap individu.

Saya sendiri cukup tergugah mendapati bahwa film ini tanpa tedeng aling-aling membahas mengenai nasib, karena bukan hanya di indonesia, di seluruh dunia pun, konsep tentang nasib adalah hal yang sensitif. Sebagian besar orang merasa kurang nyaman jika konsep pribadi mereka tentang nasibnya diusik.

Karena, umumnya orang tidak akan menerima begitu saja jika seseorang berkata : "Hei, nasibmu sial seperti ini karena kamu sendiri yang menciptakan daya tarik gravitasi kesialan akibat cara berprasangka dan berpikirmu yang negatif". Tak ada seorangpun yang sengaja menarik hal-hal kurang beruntung dalam kehidupan mereka. Saya pribadi berpikir bahwa bahasan tentang nasib dalam film ini perlu direvisi agar tidak terlalu gamblang. Tapi apa boleh buat, mari kita fokuskan pada kenyataan bahwa film ini membawa niat baik agar kita dapat hidup lebih berkelimpahan dan bahagia.

Solusi yang diberikan (setidaknya dipaparkan dengan apik)...

Tentu saja selain membahas berbagai masalah dan kenyataan yang terjadi, mereka membuka pengetahuan, bagaimana cara menata kembali berbagai "program" kehidupan kita menjadi lebih baik. Walaupun tidak terlalu detail, tapi patut diacungi jempol, karena kita tidak harus terlebih dahulu ikut mengikuti seminar2 transformasi kepribadian untuk mengetahui bagaimana caranya.

Setidaknya film ini memberikan peta jelajah pada kita dari mana harus memulai, apa yang harus dilakukan, yang sebagian besar dapat kita penuhi dengan berkunjung ke toko buku atau ke website TeknologiOtak.com (sedikit promosi). Tentunya menggunakan teknologi dari TeknologiOtak.com (MindSound) atau mengikuti seminar semacam dari Katahati Institute dapat menjadi nilai plus, walaupun tidak wajib.

Pertama, dimulai dari pikiran (otak), mulai dengan memfokuskan pikiran pada hal yang positif. Tidak perlu rumit, cukup dengan mengganti sudut pandang berpikir. Pikiran negatif dan positif itu seperti dua sisi mata uang, tidak jauh, hanya tinggal membalik. Misalnya, pikiran negatif tentang deadline pekerjaan yang membebani, bisa kita ganti secepat kilat menjadi sebuah tantangan menarik dan menjanjikan untuk mendapatkan pengalaman dan kesempatan promosi karir atau bonus. Tapi pikiran belum cukup, berikutnya lebih penting...

Perasaan (hati-bawah sadar), yang kedua, lebih penting. Anda tidak dapat bertahan lama berpikiran positif, jika perasaan di benak masih direcoki dengan ketakutan-cemas-amarah. Sebaliknya, jika perasaan dalam arah positif, maka pikiran positif lebih mudah muncul dan semi-permanen. Begitu pikiran dapat diganti ke arah positif, segera lakukan peralihan perasaan kearah yang sama, yaitu positif. Rasakan perasaan bahagia yang pernah anda rasakan, kemudian perbesar perasaaan itu dengan pikiran positif yang diprogram. Misalnya anda pernah merasakan bahagia saat mendapat penghargaan atas prestasi, ingat kembali dalam hati perasaan itu, rasakan, dan perbesar dengan pikiran positif yang tadi diprogram.

Ketiga dan yang paling penting, adalah Menerima (spiritual). Orang jawa tengah jaman kakek kita sering bilang, kalo orang bisa hidup "nerimo" ikhlas, maka sandang pangan lahir batin bisa tentram. Ada benarnya. Hanya saja, hidup "nerimo" apa adanya tidak lagi cukup di abad ini. Hidup "nerimo" abad ini harus dilengkapi dengan kemampuan otak berpikir kreatif positif dan mengelola perasaan secara efektif. Jika konsisten, hasil yang dipetik adalah ketentraman yang berkelimpahan.

Menerima yang dimaksud adalah bersyukur serta menikmati apa yang telah dilakukan seolah-olah telah memperoleh apa yang diinginkan. Memang tidak dapat diukur dengan angka mengenai kadar dari penerimaan ini, tapi pembuktian dari banyak sampel personal menunjukkan bahwa kemampuan menikmati sesuatu dan merasa seolah-olah telah mendapatkan hasilnya, pada suatu waktu yang random, memberikan hasil final yang jauh lebih efektif dan optimal serta mendekati ekpektasi awal walaupun tidak persis sama. Semacam mistis memang, tapi saya yakin suatu saat, para scientist --dan saya juga berharap ikut serta-- dapat menemukan tolak ukur yang mendekati keakuratan.


( Sumber : Rangkuman Artikel bp Hartadi Eko Pradigdo, CEO Teknologi otak.com )


Tidak ada komentar:

Posting Komentar